Bagi orang yang tidak menggunakan
akal sehat, jika ia bertanya kepada diri sendiri, “Bagaimana saya ada?” ia akan
menjawab, “Saya ada entah bagaimana!” Dengan penalaran demikian, ia akan
menjalani kehidupan tanpa pernah merenungkan masalah-masalah seperti itu.
Akan tetapi, orang yang berakal
semestinya merenungkan bagai-mana ia diciptakan, dan menentukan makna hidupnya
sesuai dengan hasil perenungannya. Dalam perenungan ini, ia tidak perlu takut -
seperti yang dirasakan sebagian manusia - untuk mencapai kesimpulan “Saya telah
diciptakan”. Orang yang tak mau merenungkan hal ini sebenarnya tidak ingin
bertanggung jawab pada sang Pencipta. Mereka takut harus mengubah gaya hidup,
kebiasaan, dan ideologi jika mengaku telah diciptakan. Oleh karena itu, mereka
lari dari ketaatan kepada Pencipta mereka. Demikianlah sikap yang diambil
orang-orang yang menging-kari Allah dan “mengingkari (tanda-tanda
kekuasa-an-Nya) karena kezaliman dan kesombongan mereka, padahal hati mereka
meyakini kebenarannya” (QS. An-Naml, 16: 14).
Sebaliknya, seseorang yang menilai
kebera-daan dirinya dengan kearifan dan akal sehat, akan melihat dalam dirinya
hanya tanda-tanda pen-ciptaan Allah. Ia mengakui bahwa keberadaannya bergantung
pada kerja sama antara ribuan sistem rumit, yang tak satu pun ia ciptakan atau
ia kenda-ikan. Ia memahami fakta bahwa “ia diciptakan”. Dengan mengenal
Penciptanya, ia berusaha me-mahami untuk tujuan apa ia “diciptakan” Tuhan.
Bagi siapa pun yang berusaha memahami
makna ciptaan Tuhan, terdapat kitab petunjuk: Al Quran. Kitab ini adalah
panduan yang diberikan kepada semua manusia yang diciptakan Tuhan di muka bumi.
Bahwa fenomena penciptaan itu terjadi
sesuai dengan uraian yang ada dalam Al Quran membawa arti sangat penting bagi
orang-orang yang berakal.
Pada halaman-halaman berikut
terkan-dung berbagai informasi, bagi mereka yang arif dan berakal sehat, yang
menunjukkan bagai-mana “mereka diciptakan” dan keajaiban pen-ciptaan ini.
Kisah penciptaan manusia berawal di
dua tempat yang saling berjauhan. Manusia menapaki kehidupan melalui pertemuan
dua zat terpisah di dalam tubuh lelaki dan perem-puan, yang diciptakan saling
terpisah namun sangat selaras. Jelas, sperma di dalam tubuh lelaki tidak
dihasilkan atas kehendak dan kendali lelaki tersebut, sebagaimana sel telur di
dalam tubuh perempuan tidak terbentuk atas kehendak dan kendali perempuan
tersebut. Sesungguhnya, mereka bahkan tidak menyadari pembentukan sel-sel ini.
“Kami telah menciptakan kamu, maka
mengapa kamu tidak mem-benarkan (hari berbangkit)? Maka terangkanlah kepadaku
tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah
yang menciptakannya?” (QS. Al Waaqi'ah, 56: 57-59) !
Jelaslah bahwa kedua zat tersebut,
yang berasal dari lelaki dan perempuan, diciptakan sangat bersesuaian.
Penciptaan kedua zat ini, pertemuan antara keduanya, dan perubahannya menjadi
manusia sung-guhlah suatu keajaiban besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar